FROM ONE COUNTRY TO ONE MAN

8:39 AM oryza.sativa 7 Comments

CHANGING STATUS PART 2

" Yah begitulah cerita hidup saya selama 1,5th ini, 2minggu kemarin saya dikarantina untuk Diklat prajabatan seperti yang sudah saya ceritakan di atas, dan bertemu banyak teman baru dari seluruh Indonesia. sekarang saya sedang menunggu kehidupan datar saya selama ini, menjadi bergelombang, saya yakin itu dan saya siap!Lihat saja!"


Setelah mas Adam berangkat ke Iran, sehari-hari saya disibukkan dengan pekerjaan, persiapan pernikahan dan kegiatan pengumpulan informasi dan konfirmasi tentang proses, status, serta pertanggungjawaban seorang PNS jika ingin atau menghadapi suatu kondisi dimana ia harus mengikuti atau menemani suami di suatu tempat yang jauh dari tempat kerjanya.
Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya di changing status part1, bahwa setelah kami menikah, bagi orangtua saya tidak ada toleransi untuk tinggal berjauhan, jika kondisi itu tidak bisa terwujud maka rencana yang sudah disusun untuk menikah terancam berstatus "pending". 

Kami berdua, mas Adam dan saya, tahu benar bagaimana seriusnya orangtua saya dengan ultimatum "pending" tersebut. Pertimbangan orangtua saya meng-ultimatum kami berdua diantaranya adalah kemungkinan bahwa setelah menikah, kami ;
  • Hidup berjauhan dikarenakan pekerjaan masing-masing [dimana kondisi ini jauuuuuuuh lebih banyak mudhorotnya dibanding baiknya, apalagi ini jauhnya bukan sekedar jauh, tetapi jauuuuh banget, karena itulah orangtua saya tidak bisa menolerir]
  • Saya terancam harus melepaskan pekerjaan saya, sedangkan saya tidak mau itu terjadi!!

Saya sempat ajukan ke mas Adam, bagaimana kalau di-pending dulu, lagi pula saya masih kepingin s2 dan mas Adam juga bisa "lebih ringan" untuk meniti dan mengembangkan karir. Merespon ajuan saya tersebut, mas Adam dengan tegas bilang,
http://t2.gstatic.com

"Sekarang, nikah itu sudah wajib hukumnya buat aku, mau ngapain lagi? kita sudah lama kenal. Apalagi nanti aku jauh di Iran. Rejeki itu udah ada yang ngatur dek.."






Mendengar jawabannya, saya cuma bisa diam, merenungi betapa beruntungnya saya, bahwa dia memang menginginkan saya untuk berada di hidupnya, bahwa dia memang tidak sekedar buang-buang waktu selama 6 tahun ini dalam mengenal saya, dan jawabannya membuktikan kesungguhannya itu.
Walaupun saat itu masih sempat terpikir untuk meloloskan ultimatum "pending" dari orangtua saya, dengan mempertimbangkan hal-hal klise seperti keleluasaan waktu, kegiatan, bertambahnya poin-poin kewajiban jika sudah menikah nanti dan terutama.. pekerjaan saya bagaimana?? Tetapi setelah mendengar,
" Sekarang.. nikah itu sudah wajib hukumnya buat aku.." 
Jujur, yang tadinya dalam prioritas hidup saya pekerjaan menempati urutan kedua, langsung meluncur turun menjadi urutan ke-sekian, hati kecil saya berkata lain, seakan-akan berkata pada saya,
http://t0.gstatic.com

" Ory.. laki-laki ini, laki-laki muslim ini, laki-laki muslim yang baik ini, laki-laki muslim yang baik yang kamu cintai ini,, bilang ke kamu bahwa dia  sudah wajib menikah dan sudah mampu menikah* dan dia dengan tulusnya meminta kamu untuk masuk ke kehidupannya, menjadi pendamping hidupnya, dan menyempurnakan setengah agamanya,,  kamu mau mundur??"
*dalam Islam, jika ada seorang muslim berada di kondisi seperti ini maka harus segera dinikahkan, untuk menghindari dosa:D

Akhirnya saya mengikuti hati kecil saya, bahwa tidak mungkin bagi saya untuk meredam (haha) keinginan mas Adam, bukankah memang ini yang saya inginkan dari dia? 
Karena itu, saya dengan yakin bicara lagi ke orangtua saya, meyakinkan mereka bahwa saya akan sekuat tenaga mengusahakan untuk nantinya selalu berdekatan dengan mas Adam dan tetap mempertahankan pekerjaan saya-- karena, jujur, selain saya, orangtua saya juga merasa berat jika saya harus melepaskan pekerjaan saya-- dan memohon kepada mereka untuk tetap mendukung rencana kami ini. Alhamdulillah Allah membukakan hati mereka dan tetap mendukung kami.


                    <<<<<<<<<>>>>>>>>>>                           


Daaaan...jadilah saya yang super sibuk mempertanggungjawabkan perkataan saya ke orangtua saya, bahwa saya akan mengkondisikan pekerjaan saya seiring sejalan dengan pernikahan dan rumah tangga saya nantinya.
Penuh perjuangan, memang. Hilir mudik dari biro kepegawaian satu kementerian ke kementerian lain sampai ke Badan Kepegawaian Negara, browsing Undang-uandang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), ataupun Ketetapan Presiden (Kepres) , telpon sana-sini, tanya ini-itu, sampai akhirnya saya jadi dekat dengan kepala biro kepegawaiannya dibanding dengan atasan saya sendiri.

ini berbarengan dengan saya mempersiapkan pernikahan lho --bisa dilihat bahwa dari sebelum menikah saya sudah harus memastikan semua kondisi mendukung mulai dari pra [mental saya], due date [acara akad+resepsi], dan paska [bahwa saya bisa terus menemani suami dengan tetap bekerja sbg pns]-- jadi bagaimana saya masih kepikiran untuk peduli pada tingkat ke-pangling-an tamu2 undangan pada penampilan saya ataupun sekedar wajah saya tok pada resepsi nanti.. no man, i got waaaaay important things to think about, dan bener bo,,kalau saya lihat dari foto2 pernikahan saya,, aura saya 'gagah'nya bukan main hahaha,, kalau bahasa jawanya ra enek ayu ayu ne blass :D



Dalam UU Kepegawaian ada satu jalan keluar yang bisa ditempuh untuk seorang pns yang menghadapi kasus seperti saya, yaitu;
- Cuti Luar Tanggungan Negara (CLTN)
yang syarat-syaratnya antara lain 1) yang bersangkutan (ybs) telah menempuh masa kerja minimal 5 tahun, 2) ybs belum pernah mengambil cuti sebelumnya selama 2 tahun berturut-turut 3) ybs tidak sedang menjalani atau dalam hukuman atau teguran tertulis apapun, untuk lengkapnya lihat disini.

Setelah mendapatkan informasi itu, saya bertekad bahwa (CLTN) adalah opsi terakhir yang akan saya pilih. Selain karena masa kerja yang tak dihitung, pegawai yang baru pulang dari CLTN bisa langsung bekerja jika masih tersedia formasi yang bisa diisi, jika tidak, maka harus menunggu sampai ada formasi yang bisa diisi, dan kalau formasi yang ditunggu tak kunjung datang, pegawai tersebut akan "diberhentikan dengan hormat" sebagai PNS. Selain itu, pertimbangan bahwa saya masih muda dan dalam usia produktif, jika saya cuti, itu seperti 'menghambat' perkembangan saya, dimana saya yang notabene-nya baru dua tahun bekerja dan tiba-tiba langsung harus cuti. Hmmmm.. lets find another way.

Hasil perenungan dengan matang-matang, timbul lah pemikiran untuk tetap bekerja di institusi pemerintah walaupun saya harus menemani suami di Iran. Di dalam benak saya waktu itu terpikir tentang Visit Indonesia Tourism Office (VITO). Oke.. semoga bisa! Amiin..

Segera saya hubungi bagian mutasi (Ibu Y) di Biro Kepegawaian Kemenbudpar --saat itu masih via telpon, belum ketemu langsung-- Saya ceritakan seluk beluk masalah yang saya hadapi lengkap dan detail. Begitu saya selesai cerita, jalan keluar yang ditawarkan oleh Ibu Y pada waktu itu adalah agar saya mengambil CLTN. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, bagi saya CLTN adalah opsi terakhir, lalu saya bertanya tentang kemungkinan pns bekerja di instansi pemerintah yang lain di luar negeri.
Respon dari Ibu Y waktu itu sangat positif dan mendukung, dia katakan bahwa memang ada pegawai yang dipekerjakan di satu instansi pemerintah lain yang tujuannya mengakomodir kepentingan Kementerian tempat si pegawai bekerja, istilahnya adalah "pegawai yang dipekerjakan" dan "pegawai yang diperbantukan, lebih jelas lihat disini.

Ibu Y memberi tahu kemungkinan ada peluang di KBRI, sebagai sesama instansi pemerintah --mendengar itu saya sangat senang, karena niat-an saya untuk tetap aktif bekerja walaupun di beda instansi dan negara kemungkinan bisa terwujud, setidaknya dalam UU disebutkan dengan jelas bahwa bisa diperbantukan asal memenuhi syarat-- Lalu saya bertanya tentang VITO, tetapi Ibu Y itu tidak tahu bagaimana jelasnya MOU kemenbudpar dengan VITO.
Cepat-cepat saya  mencari tahu tentang status VITO terhadap Kemenbudpar dan seberapa besar peluang di KBRI. Awalnya saya kira VITO adalah pecahan dari Kemenbudpar, dimana mempekerjakan pegawai Budpar, ternyata saya salah, VITO obviously just a third party doing favor for the ministy, totally independent. One door, locked!! Next step!

Setelah itu saya coba menghubungi KBRI Tehran, Sesuai dengan informasi dari Ibu Y dan dengan pemikiran sesama instansi pemerintah seharusnya mereka memberi peluang pada saya untuk tetap mengabdi pada negara dimana pun saya berada ..sounds heroic ya haha (^   _   ^)¥ dan dengan perkiraan mereka butuh tenaga yang khusus menangani bidang Pariwisata, karena di KBRI manapun memang belum ada atase ataupun staff untuk bidang Pariwisata, yang ada adalah untuk bidang Budaya, Pendidikan, Keamanan, Sosial, Ekonomi, dst.
Waktu itu saya nekat langsung telpon dan ingin bicara dengan Mr. Ambassador, Pulsa sudah saya isi Rp.200.000, tetapi ternyata yang mengangkat adalah Ibu Yuni, staff administrasi KBRI Tehran, yang memberitahukan bahwa mereka sedang libur, karena itu adalah hari Jumat, dimana Iran menerapkan hari libur pegawai adalah Jumat, bukan Sabtu-Minggu seperti di Indonesia. Bu Yuni menyarankan saya untuk kirim email ke counselor di KBRI Tehran. 
Sesuai dengan saran Bu Yuni saya kirim surat lewat email. Dalam surat itu saya menyatakan bahwa saya sudah menikah dengan mas Adam, bukan niat mau bohong, tapi biar gak bingung aja mereka-nya, kan gak masuk akal juga kalau saya mengajukan permohonan kerja dengan alasan ikut CALON suami,, haha,, yang ada saya gk akan ditanggapi kayaknya, ntar malah dikomentarin gini lagi..
 --" pastiin nikah aja dulu ama calonnya yang sekarang ya mbaaa.. ntar kalo ud pasti jadi suami baru nanya lagi kemariiih"--
Yaa, semata-mata antisipasi biar pulsa saya gak mubazir, jadi gak apa-apa kan ya mengklaim duluan sudah suami istri (^   _   ^)¥ hehe.
Lanjut cerita, email saya dibalas oleh pak Aji, inti dari balasan emailnya adalah bahwa KBRI tehran tidak masalah soal Pegawai Yang Diperbantukan (PYD) asalkan sesuai 'titah' dari Pejambon (Kemenlu RI). Lalu saya disarankan agar cari informasi langsung ke Kemenlu tentang proses birokrasi yang harus ditempuh, yang belakangan saya tahu, ternyata setiap instansi pemerintah di Indonesia, walaupun dijalankan oleh PP atau UU atau Kepres yang sama tetapi punya 'kebijakan internal kementerian' masing-masing.

Keesokan harinya, untuk mencari informasi awal tentang proses menjadi PYD di KBRI saya menelpon Kemenlu dan dilanjutkan ke Ibu E. Dari pembicaraan melalui telpon itu, Ibu E memberi tahu saya bahwa:
  1. Kemenlu tidak bisa meloloskan PYD jika tidak didasari kebutuhan penambahan pegawai di salah satu KBRI atau konsulat Indonesia
  2. Permohonan PYD harus datang dari KBRI atau konsulat langsung.
  3. Pengadaan PYD di salah satu KBRI atau konsulat melalui proses tes terlebih dahulu.
  4. Permohonan pembuatan SK PYD diajukan oleh Kemenlu ke BKN lalu diproses oleh BKN dan Menpan
  5. SK PYD akan dikeluarkan oleh BKN dan ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri RI
  6. Bidang yang biasa diminta PYD adalah DikBud, Hankam, Sosial, dll, kecuali Pariwisata
  7. Tidak ada yang namanya atase ataupun staff bidang Pariwisata
  8. Bagi PNS yang menghadapi masalah harus menemani suami bekerja di luar negeri, jika tidak ingin mengambil opsi CLTN, sebaiknya mulai memikirkan untuk memilih antara rumah tangga atau karir.*
*Tentunya poin ke-delapan adalah nasihat pribadi Ibu E pada saya..hehe:D

Walaupun dari pembicaraan tersebut Ibu E sudah mengirimkan sinyal penolakan dengan jelas, saya belum menyerah. Saya menghubungi BKN untuk mengkonfirmasi informasi yang saya dapat dari Ibu E , dan informasi yang saya dapatkan memang sama, bahwa BKN yang akan mengurus tentang SK PYD. Namun, dalam masalah seperti ini, peran BKN hanyalah sebagai perantara dan pengkonfirmasi tentang status pegawai tersebut sebagai PYD yang sedang diperbantukan di suatu institusi pemerintah di luar institusi asli tempat si pegawai bekerja. Sedangkan dalam penetapan dan penentuan PYD tersebut, BKN tidak terlibat sama sekali. Intinya, BKN hanya menunggu surat permohonannya masuk aja, terus diurus.

Setelah mendengar penjelasan dari BKN, saya tetap berasumsi --untuk membesarkan hati-- bahwa Ibu E mungkin adalah pegawai yang belum terlalu lama di Kemenlu sehingga belum tahu dengan pasti proses birokrasi PYD (sok abiss deh saya :D). Sehingga saya memutuskan untuk berkunjung langsung ke Pejambon. Tetapi untuk ke Pejambon --agar tidak mubazir-- saya perlu modal argumen yang cukup kuat untuk meyakinkan bahwa saya bisa menjadi PYD di KBRI Tehran. Oleh karena itu, saya harus 'curhat' dengan pihak yang paling berwajib di Kemenbudpar terkait urusan kepegawaian, yaitu, Kepala Biro Kepegawaian.


<<<<<<<<<>>>>>>>>> 


Bapak Kabiro Kepegawaian (Bapak B) ini sudah mengenal saya. Oke..akan saya ceritakan sedikit tentang beliau...
Jadi, sebelum masalah saya yang sekarang, saya sudah pernah 'curhat' tentang masalah saya yang lain --masih berhubungan dengan kebijakan antar instansi pemerintah dalam satu kementerian--, dan ketika itu saya menemukan beliau saaaaaaangat empati, hingga saya akhirnya gagal menjadi seorang yang tegar, karena sikap dan respon beliau atas 'curhat'an saya kala itu, memaksa saya menunjukkan bukti paling nyata dari tersentuhnya hati seseorang.

Ya, saya menangis. Di depan beliau saya menangis --tapi bukan nangis mewek ya--. Sepanjang hidup saya, belum pernah saya semalu itu, ketika beliau menyodorkan kotak tisu ke arah saya, dalam hati saya cuma bergumam...

 " ah anjrittt ory!! lo pake nangis lagi, ntar disangka apa lagi. Lagian ni bapak kenapa mesti baik banget begini sih"

Semenjak kejadian itu, saya menjadi dekat dengan beliau --dalam artian, saya tidak segan-segan menemui beliau ketika ada masalah yang berkaitan dengan kepegawaian, memang kala itu saya sedang menghadapi pertarungan sengit yang menentukan masa depan saya yang berkaitan dengan kepegawaian-- dan memang beliau adalah seorang pejabat yang sangat welcome dan rendah hati. Sehingga pegawai super junior seperti saya pun tetap dianggap, didengarkan dan sama sekali tidak sulit untuk menemui beliau. Sempat beliau mengeluh karena saya ini adaaaaaa aja masalahnya:D

Bapak B adalah pejabat kedua --yang pertama rahasia..-- yang saya beri nilai A+. Beliau memang teramat sangat kredibel sekali untuk mengisi jabatan Kabiro Kepegawaian. Lebih sensitif dari HRD manapun dalam menanggapi masalah yang dimiliki pegawai instansinya. Lebih solutif dari atasan manapun dalam memberi jalan keluar. Lebih efektif dari kepala organisasi manapun dalam menyusun strategi dan langkah-langkah yang harus diambil berikutnya. Terharu, saya. Sampai rasanya saya ingin mengirimkan Al-fatihah untuk beliau..
" Al faaaaatehah.."
 --andaikan semua pejabat berpola pikir seperti beliau, insyaAllah Indonesia akan lebih baik--


<<<<<<<<<>>>>>>>>>


Saya sengaja sudah terlebih dahulu melangkah --menghubungi KBRI, Kemenlu, BKN-- agar ketika menghadap Bapak B, saya sudah siap menjelaskan opsi-opsi yang tersedia berkaitan dengan masalah yang saya hadapi sesuai dengan UU, PP, maupun Kepres, sehingga tinggal dikonfirmasi dan diarahkan saja.
Setelah mendengarpenjelasan saya, Bapak B meng-iya-kan semua informasi yang saya terima baik dari KBRI, BKN, dan Kemenlu. Saya juga mengajukan opsi lain kalau memang PYD tidak bisa ditempuh, yaitu tugas belajar.
Karena alasan menikah,saya akan mengambil cuti alasan penting selama 2 bulan, rencananya saya akan ikut mas Adam ke Iran sambil mencari tempat sekolah dan mendaftar, sekembalinya dari Iran barulah saya mengurus embel-embel tugas belajar nya.
Mendengar rencana saya seperti itu Pak B sangat mendukung, dan menanggapi informasi yang saya dapat dari Kemenlu, BKN dan KBRI, Pak B berkomentar..
" ..biasanya ... Kemenlu langsung menolak itu karena kalau mereka menerima PYD dari kementerian lain, berarti mereka harus menggaji PYD tersebut, makanya mereka cenderung menolak. Karena kan standar gajinya berbeda kalau ditempatkan di luar negeri, jadi memberatkan anggaran mereka. Lebih baik kamu menghadap langsung kesana, dan bilang bahwa kita yang akan bayar, biasanya kalau seperti itu mereka mau."
Mendengar perkataan Pak B saya jadi semangat lagi. Alhamdulillah walaupun kemungkinannya kecil, tapi masih ada jalan kesana.
Berbekal dukungan dari Bapak B, saya menuju Kemenlu dengan penuh semangat dan harap. Ternyata di Kemenlu saya diantarkan ke Ibu E, pada saat itulah saya tahu bahwa Ibu E adalah Kabag Kepegawaian Wil. Timur Tengah. Jedarrrrrr!!!:D
Alhamdulillahnya Ibu E sangat ramah dan ternyata ingat saya..
" ooo Oryza yang waktu itu nelpon itu ya.."
" Iya Bu.."
" Jadi gemana, apa keputusan kamu?"
" Saya berharapnya bisa jadi PYD di KBRI Bu.. saya baru aja lulus kemarin Bu, kalau saya langsung harus CLTN saya rasa sayang sekali.. semangat saya masih menggebu-gebu banget Bu.. dan yang saya baca di UU nya kalau CLTN itu minimal masa kerja harus 5 tahun..sedangkan saya baru 2 tahun,, saya punya basic bahasa persia* kok Bu, jadi insyaAllah saya gak akan jadi beban    (: ̆    : ̆ζ ) di KBRI sana, saya bisa bantu banyak.."
 [jual diri mode: ON]
" Hmm.. background kuliahmu apa? "
" Ilmu Komunikasi Bu.."
" Dari mana?"
" UI Bu.."
" Hmm.. gemana ya, kalau kemenlu sebenarnya tidak mengenal PYD.. "
" Tapi di UU ada kan Bu.."
" Memang,, tetapi pada prakteknya setiap kementerian punya 'kebijakan' masing masing ya, pun misalnya kami butuh PYD, kami pasti buka tes untuk itu, jadi bukan melalui permohonan individu. Misalnya,  KBRI butuh ahli tari atau atase budaya, nah KBRI akan kasih kabar ke kami dan kami akan kerjasama dengan Diknas untuk mencari ahli tari atau atase budaya, dan itu lewat tes yang ada beberapa tahap. kamu dari Budpar ya? Untuk Budpar kita belum pernah ada permintaan, dan memang tidak ada yang namanya atase untuk Pariwisata "
[Bisa saya jadi pioneer nya??]
" Hmmm.. jadi gini Bu, kemarin saya sudah konsultasi dengan Kabiro Kepegawaian saya, beliau bilang pembayaran saya tetap kementerian saya yang tanggung, begitu Bu.."
" Iya.. walaupun begitu.. sayangnya Kemenlu gak mengenal PYD itu, suamimu dimana tugasnya? "
" Di Iran Bu.."
" Mungkin kamu bisa jadi guru di sekolah KBRI Iran,, tapi ya itu tadi harus tunggu ada penerimaan dulu " 
" O gitu ya Bu.."
 lalu Ibu E berbicara ke Bapak X yang menempati meja di seberangnya
" Pak X, di Iran ada Sekolah KBRI gak ya?  Pak X ini pernah di Iran, Oryza.."
" Di Iran ya.. hmm gak ada"
 Ibu E berpaling lagi ke saya
" Yah gak ada Oryza.."
 saya cuma bisa tertunduk lesu (: ̆    : ̆ζ )
" Sudah,, gak usah sedih, kalau nggak kamu CLTN aja..saya dulu juga masih awal banget kerja, terus harus ikut suami dan harus cuti..mungkin nanti ada kesempatan yang lebih baik untuk kamu disana "
" Saya berharapnya bisa tetep kerja Bu.."
" Ya gemana, saya gk bisa bantu apa-apa,, atau kamu coba sekolah aja, saya dulu juga alasannya sekolah waktu harus ikut suami ke German untuk yang kedua kali "
" Gitu ya Bu.."
" Ya iya.. kamu sabar aja,, namanya cobaan ya, hidup kan pasti ada cobaan, apalagi kita perempuan,, terkadang memang harus pilih antara rumah tangga atau karir, gak bisa jalan dua-duanya, atau mendingan kamu cari tahu ke Diknas kira-kira ada penerimaan apa nggak untuk ditugaskan di Iran "

* waktu kuliah, berkat bimbingan dari PA saya yang sangat menginspirasi, Bapak Awang Ruswandi, saya memutuskan untuk 'belanja' mata kuliah bahasa Persia di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) selama satu semester --berkaitan dengan kekhususan yang saya ambil waktu kuliah dulu yaitu Jurnalisme yang berkaitan dengan isu Timur Tengah (baca embassy oh embassy dan selama 1,5 tahun itu), dan rejeki saya untuk belajar bahasa Persia berlanjut ketika saya bekerja. Bukan dengan sengaja mencari kursus, tetapi rejeki tersebut datang lewat sebuah event yang memperingati kerjasama dan hubungan diplomasi Indonesia-Iran, yang diselenggarakan oleh Kemenbudpar dan Kedubes Iran. Saya diundang dan hadir di acara itu, dan dari situlah saya mendapat link untuk belajar bahasa Persia di Paska Sarjana UI, GRATIS! program itu sengaja dibuat untuk mempromosikan sastra persia yang nantinya akan menjadi salah satu jurusan di UI 
.


Dalam perjalanan pulang dari Pejambon, ingin rasanya mampir ke Diknas dan melanjutkan cari informasi tentang peluang-peluang lain.. tapi.. sudahlah pulang saja, saya ingin cepat-cepat bertemu Ibu saya, dan menceritakan semuanya..agar perasaan hati ini lebih ringan,,,  mommy (: ̆    : ̆ζ )....

--apalagi kita perempuan,, terkadang memang harus pilih antara rumah tangga atau karir, gak bisa jalan dua-duanya--

 ooh Dear Allah,, am i really having this in my life?  am i really that strong You think to handle all these.. .. unexpected circumstances?? do i really have to choose?? can't i have both?? 
it isn't like i have to choose between my lover and my family.. it is a common  job from which im not even getting huge income, as if it will be a wall between You and me..You know precisely it wont happen..and it is not.. come on.. can't i have both??- e.m.o.t.i.o.n.


<<<<<<<<<>>>>>>>>>


Beberapa hari berikutnya saya kembali menghadap ke Bapak B. Sayangnya siang itu beliau harus menghadiri rapat di lembaga negara yang menangani tentang anggaran seluruh aparatur negara. Bapak B menyerahkan saya ke Bapak S dan Bapak A, yang ternyata pada pagi harinya diberi amanat oleh Bapak B untuk bertanya langsung ke Kemenlu untuk memperjelas kemungkinan PYD pegawai dari Budpar, karena yang menemui kasus seperti ini bukan saya saja ternyata, ada juga seorang pejabat, perempuan, yang juga harus mengikuti suaminya bertugas ke Afrika Selatan.

Bapak A dan Bapak S memberi tahu saya bahwa kemungkinan untuk menjadi PYD sudah tertutup, karena jika 'keran' ini dibuka, dikhawatirkan akan banyak yang mengajukan seperti ini ketika mengahdapi masalah yang sama dengan saya, dan itu membuat ke-ribet-an tersendiri di Kemenlu terutama berkaitan dengan anggaran gaji pegawai.

Dijelaskan pula, kalaupun pihak Budpar yang membayar saya, tanpa 'titah' dari Kemenlu bahwa saya diakui dan terdaftar sebagai PYD, maka itu akan menjadi 'temuan' nantinya saat pemeriksaan. Karena pada kenyataannya KBRI Tehran tidak mengajukan permohonan PYD.   (: ̆    : ̆ζ ).

" Kamu kasian banget siih, harusnya mau nikah mah lagi bahagia bahagianyaah,, ini malah repot ngurusin yang lain.."
" Iya nih Pak, gak tau juga saya kenapa begini banget ceritanya "
" Ya udah kamu sekolah aja, Ibu E kemarin nyaranin gitu juga kan?! Saya juga barusan tadi pagi ketemunya juga ama Bu E, cantik ya orangnya..."  [halah.. emang dah bapak-bapak, teteeeup..]
tiba-tiba Bapak B datang karena mau mengambil sesuatu yang ketinggalan dan mampir ke gerumulan kami [saya, Bapak A dan Bapak S] dan bertanya,
" Gemana Pak S? "
" Ya gitu pak, gak bisa,,"
" Walaupun kita yang bayar gitu? "
" Iya Pak, kata Bu E, kalau kita tetep maju seperti itu, Kemenlu lepas tangan, artinya si PYD itu tetep gak masuk ke daftar pegawai sana, nanti kalau ada temuan pembayaran gaji, Kemenlu gak mau disangkut pautin, orang gak melewati prosedur mereka kok.. gitu katanya "
" oo gitu ya.. kasian banget sih kamu Oryza " sambil melihat ke saya.
" Haha iya terimakasih Pak,,"
lalu Pak A melanjutkan,
" Tapi kan masih bisa pake alasan sekolah dia pak, jadi statusnya tugas belajar aja "
" oiya gitu,, "
" Iya pak "
" Hmm..Yang jelas Za.. kita gak akan mempersulit dan siap membantu, asalkan gak melanggar hukum, kalau PYD jadinya nanti malah runyam, lebih baik jangan, mending kamu tugas belajar aja kalo gitu, kayak rencana kemarin itu..    oke ya saya mau rapat "
 Oke, setidaknya masih ada harapan, berarti usaha sekarang dialihkan ke Tugas Belajar.


<<<<<<<<<>>>>>>>>>  


Syarat utama dari pemberian kesempatan untuk menjalani tugas belajar kepada PNS adalah yang bersangkutan minimal sudah bekerja selama 2 tahun sebagai PNS, syarat lengkapnya klik ini. Perhitungan masa kerja sebagai PNS tentunya dihitung sejak dikeluarkannya SK PNS. Menurut cara perhitungan masa kerja seperti itu, berarti saya belum memenuhi syarat. SK PNS saya terima pada April 2011, artinya belum ada 1,5 tahun saya bekerja sebagai PNS.

Haduuuuh haduuh,, bagaimana dan apa lagi kira-kira jalan keluar yang bisa saya tempuh. Merasa buntu seperti ini saya kembali curhat dengan Pak B. Saya ceritakan bahwa saya belum memenuhi syarat untuk boleh menjalani Tugas Belajar. Saat itu Pak B mengatakan,,
" InsyaAllah bisa, kalau alasannya bersifat 'kekeluargaan' insyaAllah akan diizinkan. Kalau nyari tempat kuliah susah, yang penting kamu terdaftar kursus apa lah disana gak usah yang berat-berat.."
Setelah mendengar itu saya langsung tancap gas menghadap atasan saya (Pak J) dan bermaksud mengajukan Cuti Alasan Penting selama 2 bulan --dalam UU kepegawaian aparat pemerintah, setiap PNS berhak mendapat cuti selama 3 minggu untuk pernikahan pertamanya, tetapi jika menghadapi kasus-kasus tertentu maka bisa dikompromikan lagi-- Mendengar paparan rencana yang telah saya susun berkaitan dengan calon suami yang bekerja di luar negeri, Pak J menyetujui permohonan Cuti Alasan Penting yang saya ajukan, namun untuk pemberian izin untuk Tugas Belajar, saat itu Pak J belum bisa memberi keputusan.

Oke, yang jelas permohonan cuti sudah disetujui, sekarang tinggal mencari sekolah di Iran.
Untuk menikah, bos mas Adam memberinya cuti selama 3 minggu. Sempat saya ceritakan di changing status part 1, bahwa mas Adam datang H-3 acara. perlu saya perjelas lagi bahwa mas Adam datang pada H-3 dini hari, tepatnya pesawat landing jam 23:00 WIB --jadi bisa dianggap H-2 datangnya :D--, lalu setelah itu langsung menuju rumah saya untuk sowan ke ayah dan ibu saya, istilahnya untuk 'setor muka', haha, karena seharusnya mas Adam datang H-7 pernikahan eeeeh malah telat 4 hari dari yang dijadwalkan, karena ternyata jadwal flight dari Iran ke Indonesia --mengingat Iran adalah negara yang sedang diembargo-- tidak semudah dan selancar biasanya, ada overbooked/overlap seat waktu itu, jadi mas Adam harus menunggu penerbangan berikutnya.

Situasi itu sempat membuat keluarga saya dan juga keluarga mas Adam ketar-ketir. Bayangkan saja, keluarga mas Adam yang dari Jawa Timur saja sudah tiba dari H-4, ini mantennya malah belum dateng juga, yang paling nervous adalah Ibu saya! beliau sampai shock karena flight mas Adam bermasalah dan baru bisa sampai di Jakarta hari Rabu --dan Rabu tengah malam pula..--, sedangkan hajat digelar hari Sabtu,, hahaha kalau mengingat ini,, haduuuh haduuuh bener bener deh masku yang satu ini! luar biasa!:)

Karena pengalaman tegang-menegang itulah kekhawatiran orangtua saya tak kunjung usai hingga paska pernikahan, pun ketika saya harus berangkat ikut mas Adam untuk mencari sekolah. Orangtua saya melihat Iran bukan negara yang -- at least untuk sekarang-- aman untuk dijadikan tempat tinggal. Setelah difikir masak-masak akhirnya mas Adam dan saya sepakat bahwa kontrak mas Adam di Iran hanya untuk 1 tahun dan tidak untuk diperpanjang. Karena kasian ya kalau ayah ibu saya harus dirundung rasa khawatir terus menerus, ya memang doa mereka selalu mengiri kami, tetapi alangkah baiknya kalau triggers yang mengacu pada potensi penyebab hipertensi dihindari...amiiin..

Kesepakatan kami itu mempengaruhi jenis sekolah yang akan saya ambil selama menemani mas Adam di Iran. Karena kontrak insyaAllah tidak akan diperpanjang, maka masa kerja hanya tersisa 8-10 bulan lagi. So.. yang awalnya niatan saya akan melanjutkan sekolah ke jenjang S2, dialihkan menjadi kursus Bahasa Persia untuk memperdalam dan melancarkan bahasa Persia.
Sempat ayah saya bertanya, memang boleh kalau hanya kursus?? Mengacu pada pernyataan pak B sebelumnya, saya dengan yakin menjawab,
 " Boleh kok.."
<<<<<<<<<>>>>>>>>>

Tibalah saat untuk mas Adam dan saya pergi ke Iran. Kami tiba di Bandara Internasional Imam Khomeini, Tehran, tanggal 3 Februari jam 5 subuh, lalu lanjut ke Abadan lewat penerbangan domestik dari Bandara Mehrabad --detail perjalanan baca disini--
Kami tiba di Abadan jam 11 siang, waktu itu, di Iran sedang musim dingin, suhu siang itu sekitar 10-12*C , bos mas Adam ( Mr. Reza) sudah menunggu kami dan langsung membawa kami ke restoran lokal dengan menu Chelo Kebab untuk makan siang --pada saat itu saya langsung memberi tahu Mr. Reza bahwa saya harus mencari kursus sebagai 'izin' saya ke pemerintah, dan beliau menyanggupi untuk membantu-- lalu kami langsung diantarkan ke rumah yang dari awal disediakan untuk mas Adam.

Minggu-minggu awal tinggal di Iran saya dirundung penyesalan yang teramat sangat. Ya, saya menyesal sudah sempat marah-marah ke mas Adam ketika saya sedang repot-repotnya mempersiapkan pernikahan dan kami sedang berjauhan. Saya sempat marah hanya karena telpon tak kunjung diangkat dan sms yang tak kunjung dibalas, dan yang lebih parah lagi, saya sempat bertingkah alay  dan berfikir bahwa mas Adam tidak peduli tentang pernikahan kami, bahwa saya sudah mengorbankan waktu dan tenaga, sedang dia peduli aja enggak kayaknyaa..malah enak-enakan santai di luar negeri!!

Akhirnya saya merasakan sendiri, betapa nggak enaknya tinggal sendirian dan jauh dari keluarga, terlebih, mas Adam berangkat kerja jam 6 pagi --selama musim dingin jam 6 pagi suasana masih gelap gulita kayak jam 12 malam-- , tanpa sarapan, lalu pulang jam 5 sore mendapati rumah yang kosong dan sendirian pula, nggak ada yang masakin makan malam, baju harus nyuci dan seterika sendiri, dan juga harus adaptasi dengan suhu --kalau pagi-pagi bisa sampai 2*C-- sedangkan pakaian yang mas Adam punya waktu itu tidak ada yang mumpuni untuk meladeni suhu segitu, terlebih lagi ternyata mas Adam seringkali masih harus menyelesaikan pekerjaan di rumah karena deadline dan alasan lainnya, dan juga saya baru tahu betapa suuuuuuusahnya telpon ke Indonesia, karena sinyal internasional dari Iran ke Indonesia tidak sekuat dari Indonesia ke Iran. Kalau diingat-ingat ternyata saya sudah banyak salah paham dan, ah, betapa jahat dan gak pegertiannya saya kala itu --dan mendapati bukti kesekian betapa saaaaaaaabarnya mas Adam-ku ini--
Dari situ mulai terbersit pertanyaan-pertanyaan di benak saya, seandainya permohonan tugas belajar saya tidak disetujui*  dan saya tidak bisa ikut mas Adam ke Iran, apakah saya tega membiarkan suami saya hidup sendiri di perantauan sedangkan dia sudah punya istri yang seharusnya bisa menemani? Apakah saya sanggup membiarkan suami saya sekuat tenaga mencari nafkah di negeri orang sambil mengurus keperluan sehari-harinya sendiri sedangkan dia sudah punya istri yang seharusnya menyiapkan semua itu untuknya? Apakah saya rela mengorbankan kenyamanan yang suami saya harusnya dapatkan ketika dia pulang kerja demi status yang bagi banyak orang di Indonesia adalah pekerjaan termapan? dan apakah kami berdua mampu menjalani hubungan jarak jauh --lagi-- terlebih kali ini dirundung banyak kemungkinan untuk salah paham?

Hati saya bimbang. Pikiran saya gamang. Bertanya-tanya pada diri saya sendiri, is this what i really feel for all this? Lalu bagaimana dengan cita-cita saya? karir saya? bagaimana dengan harapan orangtua saya terhadap putrinya yang sudah dijaga dirawat dan disekolahkan tinggi-tinggi? berharap putrinya bisa jadi 'orang', bisa punya 'karya' sendiri dari ilmu yang sudah dibekali..
Ya Allah, ada hikmah apa sehingga kau letakkan kami berdua pada kondisi seperti ini, dimana kau ciptakan rintangan bagi kami untuk meniti karir kami secara bersamaan?? Apa yang ingin kau ajarkan pada kami, sehingga kau dudukkan kami dalam posisi seakan-akan salah satu diantara kami harus ada yang mengalah??

*Jujur, kemungkinan antara lolos dan tidak lolosnya permohonan tugas belajar saya memang masih 50:50, jika menganut sistem kekeluargaan seperti yang dijalankan oleh Pak B, namun jika menganut paham birokrasi aparatur negara seperti yang dianut oleh atasan saya, maka perbandingannya berubah menjadi 95:5



Di titik itu saya berdoa, dengan sesungguh-sungguhnya, saya mohon pada Allah jika memang demikian yang harus terjadi dan inilah yang terbaik menurutNya dan dikehendakiNya, agar Ia meringankan dan melapangkan hati orangtua saya, hati keluarga saya dan terutama, hati saya, untuk......... melepas pekerjaan saya.

Saya berhasil terdaftar di salah satu Lembaga Bahasa di Abadan untuk mempelajari Terjemahan Inggris ke Persia. Waktu saya kembali ke Indonesia pun sudah dekat. Ada beberapa masalah memang , diantaranya
  1. proses pembuatan Residence Visa untuk 1 tahun, 
  2. pembuatan Multi exit visa, 
  3. liburan panjang dalam rangka Tahun Baru Iran, 
  4. cuaca pancaroba pergantian musim 
sehingga saya harus terlambat 2 minggu dari jadwal awal saya pulang ke Indonesia --1 minggu pertama keterlambatan disebabkan oleh poin 1 dan 2, satu minggu berikutnya disebabkan oleh poin 3 dan 4--.
Karena hal ini saya mendapatkan Surat Teguran Tertulis dari kantor saya --walaupun sekitar 1 minggu sebelum jadwal cuti berakhir saya sudah mengabarkan kemungkinan keterlambatan dan memaparkan kronologis dan melampirkan semua dokumen yang dibutuhkan untuk memperkuat argumen-- Haduuuh haduh kantor saya yang satu itu memang 'uniquely untolerir'nya bukan main :D. Untuk itu saya mempersiapkan 'bekal' agar ketika kembali nanti rencana yang sudah disusun tetap bisa terlaksana dengan lancar. Saya minta pada Mr. Reza semua dokumen penunjang proses pembuatan multi exit visa, residence visa, beserta jalur birokrasinya, untuk dilampirkan dalam berkas-berkas Lapor Diri saya kepada atasan sebagai argumen penguat bahwa keterlambatan saya bukanlah hal yang disengaja dan direncanakan. Mr. Reza dengan senang hati menolong saya dan mempersiapkan semuanya, juga surat permohonan maaf yang ditanda-tangani langsung oleh Mr. Reza.

Di hari saya kembali ke Indonesia, Jumat 28 Maret 2012, semua 'bekal' sudah di tangan. Oleh-oleh untuk keluarga sudah masuk koper semua. Bahan makanan siap olah sudah saya siapkan untuk mas Adam --ikan sudah dibumbui tinggal goreng, sayur mayur juga sudah bersih di-siang-i dan siap olah-- cuma cucian piring yang belum dicuci karena pagi itu entah kenapa tiba-tiba air mati,, maafkan aku ya maskuuuuu:D. 
Saya berangkat tanpa diantar mas Adam, karena ternyata hari itu datang klien yang tidak bisa tidak ditemui    (: ̆    : ̆ζ ), hanya Mr. Reza [saudaranya Mr. Reza bos mas Adam, namanya sama ya :D] yang mengantar saya ke Bandara di Ahvaz dengan tujuan Tehran, lalu dari Tehran ke Malaysia lalu ke Indonesia. Detail experience disini. 
Saya dijadwalkan kembali ke Abadan tanggal 28 April, jadi saya punya waktu 1 bulan atau 4 minggu untuk mengurus printilan-printilan tugas belajar.


<<<<<<<<<>>>>>>>>>>


Master plan yang sudah saya susun sekembalinya saya ke Indonesia adalah langsung mengajukan Tugas Belajar ke atasan saya lalu mengurus administrasinya, sowan ke Bapak dan Ibu saya di Blitar, lalu kembali ke Abadan. Ternyata,, disinilah bukti nyata bahwa manusia hanya bisa berencana, dan ketentuan Allah bermain...

Minggu 1
  • Atasan saya tidak ada di tempat sehingga pengajuan tugas belajar terpaksa ditunda
  • Setiap malam laporan ke mas Adam tentang perkembangan di Jakarta
Minggu 2
  • Bertemu dengan atasan dan langsung mengajukan permohonan tugas belajar, dengan asumsi beliau bisa memahami dan akan langsung menyetujui karena beliau sudah paham duduk perkara yang saya hadapi sejak awal.
  • Atasan saya belum memberi jawaban atas permohonan saya
  • Bekerja seperti  biasa
  • Mulai musyawarah dengan keluarga tentang kemungkinan terburuk 
  • Setiap malam laporan ke mas Adam tentang semua perkembangan
Minggu 3
  • Permohonan tugas belajar saya ditolak dengan alasan saya belum memenuhi syarat, terutama masa kerja saya yang belum mencapai 2 tahun
  • Musyawarah besar antara saya dan ayah ibu saya
  • Mas Adam mulai meyakinkan saya bahwa dia tidak akan sanggup untuk tinggal di Iran sendirian for whatever reason, terlebih visinya ke depan memang tidak melanjutkan bekerja di Indonesia untuk kurun waktu 5-6 tahun mendatang, karena dia butuh membuat portfolio sebagai naval architect based on individual project dimana galangan kapal di Indonesia tidak menyediakan kesempatan itu --galangan kapal di Indonesia lebih percaya pada SDM dari luar negeri dibanding anak bangsa sendiri-- 
  • Mas Adam musyawarah, konsultasi, sharing, minta pendapat, dan mohon ridho dan persetujuan dari ayah ibu saya 
  • Ayah ibu saya menyerahkan keputusan ke kami berdua
  • Keputusan sudah bulat dari saya dan mas Adam --ternyata jalannya karir kami tidak bisa beriringan, harus ada yang mengalah, dan saya memberanikan diri untuk itu-- Sekarang tinggal memikirkan rangkaian kata yang akan diucapkan ke orangtua saya, bahwa saya akan ,,,, melepas pekerjaan saya.
  • Akhirnya.... walaupun dengan berat hati Ayah Ibu meridhoi langkah kami berdua

Ayah.. Ibu.. Adam dan Ory mohon keikhlasan dan ke-ridho-an Ayah Ibu.. karena yang senantiasa dibutuhkan oleh anak adalah ridho dari orang tua,,kami butuh ridho dan doa dari Ayah dan  Ibu, dengan ridho dari Ayah Ibu maka otomatis Allah pun akan meridhoi,, sehingga insyaAllah jika nanti kami menghadapi masalah atau cobaan, pun jika yang Ayah dan Ibu takutkan akibat dari keputusan yang kami berdua buat sekarang benar-benar terjadi, insyaAllah kami akan tetap kuat, sabar  menghadapinya dan dengan doa Ayah Ibu kami akan menang atas segala cobaan. Adam dan Ory sayang Ayah Ibu selalu

Betapa lemahnya anak tanpa doa, ridho dan dukungan dari orangtua.. Ya Allah kumpulkanlah kami kembali kelak di SurgaMu, Amiin.
  • Membuat dan mengajukan surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia*
  • Pernyataan pengunduran diri diterima oleh atasan
  • Menandatangani surat pernyataan pemberhentian pembayaran gaji mulai bulan April 2012, dan....
  • Ibu saya masuk rumah sakit, diopname, early -light stroke symptom --Astaghfirullahaladziim,, langit runtuh menimpa saya hari itu--
My dearest and beloved mom.. trust me,, please,, what would i do without you... this doesnt mean that my carreer has ended.. im not your daughter if i cannot stand up and survive this.. trust me.. please do trust me.. keep count on me like you always do.. thats what you gave birth me for. I am strong and you know it.. but i need your trust to be strong...
  •  Rencana akhir minggu berangkat sowan ke Blitar, ditunda.
* Ketika saya mengajukan pengunduran diri, dibarengi dengan perubahan status Direktorat Jenderal Permuseumn, yang tadinya dibawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, berganti menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Minggu 4
  • Setelah ditunda 3 hari akhirnya berangkat ke Jatinom, Blitar. 
  • Menyampaikan salam silaturahmi dari keluarga di Jakarta
  • Sowan, memohon doa, mengharap ridho, meminta restu pada Bapak Ibuk, agar petualangan, naik turunnya jalan hidup, tinggi rendahnya iman, lika liku cerita dan pengalaman tidak membelokkan kami dari tujuan awal, yaitu membina rumah tangga tenang, dirahmati, diberkahi serta harum mewangi..
  • Menyampaikan oleh-oleh dari Iran. Minyak zaitun, dan sekadar makan kacang dan cokelat rame-rame.. pokokny rame-rame dan yang penting rame-rame.
  • Curhat sama Bapak Ibuk tentang kehidupan di Iran, apa yang enak dan apa yang bikin gak enak
  • Ngobrol dan bercengkrama dengan mas dan mbak ipar tentang Iran, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya [forum yang cukup berat :D]
  • Laporan kegiatan mas Adam dan kegiatan saya sehari-hari
  • Jalan-jalan [baca: makan bakso Gangsar] sama keponakan-keponakan dan kakak ipar
  • Menikmati suasana pondok pesantren,, yang bikin hati adem, ayem, 
  • Bercengkrama dengan mbak dan kang pondok yang lagi labil-labil, sampe ada yang salah kirim sms --niatnya mau ke 'teman'nya, malah dikirim ke saya hahaha,, ada-ada aja dah-- 
  • Bersyukur karena semua keluarga sehat-sehat, kuat-kuat, lompat-lompat, hore!!!:)
  • Kembali ke Jakarta
  • Kondisi Ibu yang sudah jauh membaik, walaupun masih harus istirahat total di Rumah Sakit
  • Ibu menyemangati saya untuk tetap berangkat ke Iran dan memberikan kembali kepercayaannya pada saya..
  • Berangkat ke Iran dari Rumah Sakit, dengan penerbangan jam 5 pagi, hanya di-drop oleh Ayah yang mengantar, bahkan parkir pun enggak --kepercayaan yang luar biasa sepertinya pada putrinya yang sangat tidak mengkhawatirkan ini,, hahaha--
  • Excess baggage 17kg!! terpaksa bongkar muatan, atur-atur bawaan, dibantuin ama petugas bagasinya yang super baik,, akhirnya bisa diselamatkan..alhamdulillah
Empat minggu yang saaaaangat mendebarkan dalam hidup sayabanyak kejadian yang membuat dahi berkerut, hidung kembang kempis, dada naik turun, emosi tersulut, dibumbui dengan linangan air mata,, namun begitu tetap diakhiri dengan senyuman, pelukan hangat, rangkulan disertai tepukan di pundak seolah mengatakan,
" maju terus Ory ..!! yakin, kuat dan berjuanglah!! 
satria baja hitam mode: ON

Maka dari itu demi semua orang yang menyayangi saya, demi semua pihak yang telah membesarkan hati saya dan meluangkan waktu untuk mendengarkan saya, insyaAllah akan ada jalan lain untuk saya mempunyai 'karya' sendiri sehingga tidak akan ada yang sia-sia.


<<<<<<<<<>>>>>>>>>


Dalam Islam dipercayai bahwa kata-kata adalah doa, maka dari itu jangan sembarang berucap atau mengeluarkan kata-kata, karena itu akan termanifestasi dalam bentuk doa, dan layaknya doa, bisa terkabul, bisa pula tidak, jika terkabul, bisa dalam waktu dekat atau perlu waktu yang lama, atau bisa juga tidak terkabul sama sekali. Kalau doa tidak terkabul, berarti Allah, Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta mempunyai rencana lain, ada alasan tersendiri dan hanya Allah, yang tahu alasannya, dan yang PASTI alasan itu berakibat lebih baik daripada mengabulkan doa yang dipanjatkan tersebut, dan jika terkabul, maka yang memanjatkan doa akan berbahagia atau sudah seharusnya berbahagia.
Seperti paragraf yang saya sematkan di awal cerita saya ini, yaitu paragraf penutup dari posting saya yang berjudul selama 1,5 tahun itu, rangkaian kata-kata saya yang tersusun dalam paragraf tersebut --terutama kalimat terakhir!!-- telah termanifestasi ke dalam bentuk doa, dan telah terkabul!! 
Buktinya?
Apakah trilogi changing status ini belum begitu kuat untuk dijadikan bukti??
hehehehehe... dan saya tetap bersyukur tentunya, karena saya yakin masih banyak orang lain yang mungkin saya tidak kenal mengalami naik turun terpaan gelombang yang jauuuuuh lebih dahsyat dari ini, maka dari itu untuk semua manusia, hamba Allah SWT yang sedang berjuang..

"Alfaaatehah.....  "
-- saya tidak mau berkata macam-macam lagi soal "gelombang hidup" ... takuuuuuut,,, jujur, gak siaaap :D, namun demikian apapun ketetapanmu pada hamba ya Allah, semoga hamba bisa sabar, istiqomah dan meraih kemenangan pada akhirnya... tapi insyaAllah ini aja ya Allah yaa,, Amiiin 

Abadan, 2012 

7 comments:

  1. TL;D... oops.. nggak deng! :P Bacanya kayak baca cerbung aja dah. Hari ini dua paragraf, besok nyambung lagi.. ahahaha! Seru sih.. :D

    ReplyDelete
  2. TL;D... oops.. nggak deng! :P Bacanya kayak baca cerbung aja dah. Hari ini dua paragraf, besok nyambung lagi.. ahahaha! Seru sih.. :D

    ReplyDelete
  3. ini uda pake editan,, kalo gk diedit bisa lebih panjang lagi.. kayak takdim ibadah amaliah aja pake nyicil .. hehehe

    ReplyDelete
  4. hahahaha,,,dalem ya ri,,,,tp emg dalam hidup itu harus memilihhhhh,,moga jadi sesuatu yang ada hikmahnya dan lebih memperkuat diri loe...

    loe turut kt suami itu juga ibadah,,jd g salah dgn pilihan loe ri,,,semangatttttttt......banyak yg loe bisa kasih ke ortu loe,,ga hanya dr sisi pekerjaan,,,, gw rasa hanya diri loe yang tau apa itu....

    like this lah pokoknya mah....

    ReplyDelete
  5. hidup itu memang harus memilih...

    banyak yang loe bs persembahkn ke ortu loe,,,tdk hnya dr sisi pekerjaan,,gw rasa loe sendiri yang tau hal itu, dan dr situ ortu loe akan bangga sekali...

    semangat ri,,,,, gw like this pokoknya mah sama putusan loe ini...

    ReplyDelete
  6. amiin,, thanks ya din.. semoga kita semua selalu lancar berkarir dan rumah tangga.. thanks juga sudah mampir:)

    ReplyDelete
  7. sebelum baca ini, saya-pun sudah tau betapa berat pertarungan batin dan pertarungan fisik istri saya pra-merried, tapi ketika melihat detil seperti ini sungguh istri saya memang ditakdirkan untuk saya, ikhlasnya hanya untuk saya. sini kamu aku tumpaki dek.

    ReplyDelete